Sabtu, 14 Maret 2015

My Voice Is My Characteristic

Seperti yang sudah saya tulis dalam tulisan saya beberapa hari lalu, masih tentang bakat. Bakat ialah kemampuan yang dimiliki oleh individu yang dibawanya sejak lahir dan dapat dikembangan melalui proses belajar dalam waktu yang relative singkat.
Setelah mengetahui definisi dari bakat itu sendiri, saya mencari contoh dari bakat itu sendiri melalui proses wawancara. Tidak jauh narasumber yang saya pilih ialah teman saya sendiri. Ia adalah seorang
mahasiswi jurusan psikologi 2014. Mengapa saya memilih dia karna pada beberapa waktu yang lalu sewaktu perkuliahan selesai saya mendengar ia bernyanyi dan suaranya sangat bagus menurut saya. Jadi saya memilih dia untuk menjadi contoh dari bakat itu sendiri.
Waktu dia bernyanyi saya suka mendengarkannya kadang ia suka mengcover lagu bersama temannya, dan membuat saya ingin sekali tau banyak tentang bakatnya itu akhirnya wawancara pun dilakukan.
Dia adalah seorang gadis cantik kelahiran Jakarta 26 mei 96, dia juga seorang mahasiswi psikologi gunadarma’14, dia adalah anak pertama dari dua bersaudara yang sekarang menetap dibogor, gadis cantik ini bernama Andisa Putri Aulia yang biasa di panggil disa.
Andisa Putri Aulia



Saya mulai banyak menanyakan perihal suara emas yang disa miliki. Tepatnya pada hari sabtu march 14 2015 pada jam 2 siang di wilayah kampus. saya pun mulai melakukan wawancara :

“ bisa nyanyi dan punya suara bagus seperti itu sejak kapan? “

Disa : “aduh, kalau sejak kapannya sih udah lupa. Tapi yang jelas kalau itu sih emang udah dari disa kecil”

“awalnya bisa nyanyi gitu gimana dis ?”

Disa : “awalnya sih karna emang suka music kan ya, terus dikenalin nyanyi tuh waktu itu sama tante terus suka diajak nyanyi kalau dia lagi manggung”

“ohh.. jadi awalnya karna diajak manggung sama tante? Tapi pernah ga kayak ikut les music kaya vocal gitu?”

Disa : “ hmm.. iya kan awalnya cuma kaya nyanyi di rumah doangkan, nah tante disa kayaknya merhatiin gitu deh nah makanya disa suka diajak ajak manggung gitu, hmm.. tapi sih sebernya turunan juga deh dari papa disa kalo nyanyi mah hehehe.. kalau les vocal hmm.. jadi tuh waktu itu pernah ikut kursus gitu tujuannya mah yaaa.. buat nambah-nambahin jam terbang, tapi tuhh yaa gitu cuman sebentar doang cuma sebulan soalnya disa gak betah hahahaha… “

“woow jadi itu turunan toh.. loh? Berarti otodidak dong dis??”

Disa : “iya turunan dari papa, papa emang suaranya top banget deh hahaha… hmm yaa bisa dibilang begitu sih hehe…”


“tapi emang hobi banget nyanyi ya dis?”

Disa : “mmm bangettttt!! Dari kecil emang udah hobi nyanyi, jadi tuh dulu kalau dirumah gitu yaa suka nyanyi-nyayi sendiri atau gak karokean gitu deh nyanyi pake mic ahahahahhaha….”


“pernah ikut lomba dis sebelumnya?”

Disa : “ hmm udahlah pastinya”

“hmm.. kalau gitu masih inget waktu pertama kali disa ikut lomba itu kapan terus dimana?”

Disa : “ tapi lupa dimananya, kan udah lumayan lama hahaha… awal lomba nyanyi itu sd kelas 4 sd.. disekolah sih lombanya hehe terus juara 1 deh ahaha”

“kalau lomba yang tingkatnya tinggi maksudnya yang bergengsi gitu, gimana ? pernah ikut atau engga ?”

Disa : “hmm apa yaa… belum sih kayaknya… paling waktu pas sma disa kelas 2 sma itu pernah lomba nyanyi buat ngewakilin sekolah tingkatnya sekota bogor, hmm tapi ya gitu belum rezeki ahahaha.. trs apa lagi ya… hmmm.. eh sama satu lagi deh, bukan lomba tapi lebih ke audisi pencarian bakat gitu eheheh jadi disa pernah ikut audisi mamamia waktu kelas 1 smp udah sampe tahap 2 tapi gak lolos hehehe itu aja sih paling, disa mah jam terbangnya belum begitu banyak paling ya suka cover-cover lagu gitu hehehe”

“ohh gitu.. tapi bisa lolos ketahap 2 udah bagus dis hehehe… coverannya disa juga bagus-bagus kok haha, oiya btw balik lagi ke topic, pernah gak sih atau emang sampai saat ini pengen gitu jadi penyanyi?”

Disa : “hmm.. dulu sih pernah yaa ambisi gitu pengen jadi penyanyi, ya gimana ya dari cuman ngejalanan hobi aja tapi bisa ngehasilin uang hehee, tapi setalah dipikir-pikir terus juga udah terjun ke dunia psikologi kayaknya untuk jadi penyanyi dikesampingkan dulu hehe soalnya dunia entertain tau sendiri kan persaingannya ketat banget, lagian juga kalo sekarang kayanya jadi psikolog aja hehe udah nemu passionnya di dunia sosial soalnya ahahahhahaa asiikkk… “

“hmm.. terus kiat-kiat disa apa supaya bisa capai cita-citanya?”

Disa : “yaa disa sekarang berusaha jadi mahasiswi yang baik rajinlah sebisa mungkin hehehe”

“mmm… Oke deh diss. Makasih ya atas waktunya hehe sukses terus pokoknya buat cita-citanya, trimakasih”

Disa : “ heheh oke sama-sama”


Itulah wawancara yang telah saya lakukan bersama narasumber saya. Trimakasih.

Kondisi Pendidikan di Indonesia

Pendidikan adalah sebagian usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, keselarasan, akhlak mulia. Serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Proses pendidikan hendaknya disesuaikan dengan perubahan-perubahan dalam keadaan, ilmu pengetahuan dan teknik. Mengingat kondisi pendidikan di masa sekarang, masih jauh dari yang diharapkan maka diperlukan suatu reformasi pendidikan.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa.  
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.


Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Pemerataan soal-soal yang diujikan disama ratakan antara sistem pendidikan yang berada di kota dan di pedalaman, namun materi pembelajar yang diberikan oleh pendidik jauhh berbeda dengan materi pembelajaran yang di berikan pendidik di kota dan di pedalaman. Para pendidik di kota dengan mudah menjelaskan materi-materi pembelajaran secara optimal dan para peserta didik dengan mudah memahami dan di dukung oleh toknologi yang sudah sangat maju di perkotaan maka membuat peserta didik di perkotaan lebih mudah mendapatkan materi pembelajarannya, sedangkan di pedalaman sana kondisinya jauh lebih memprihatinkan dengan soal ujian yang disama ratakan dengan peserta didik di perkotaan akan tetapi materi yang diterima oleh peserta didik di pedalam lebih tertinggal disbanding peserta didik yang berada di perkotaan. Di pedalam tidak tersedianya alat bantu berteknologi dalam proses pembelajaran yang membuat kondisi peserta didik dan pendidik kesulitan untuk mengikuti alur pendidikan di perkotaan. Seharusnya pemberian soal-soal ujian tersebut disesuaikan dengan porsi kemampuan peserta didik karna perbedaan fasilitas dan ketertinggalan pembahasan materi dan pemahamannya. Seharusnya diperlakukan dengan selaras mungkin sesuai dengan kemampuan dan dengan keadaan peserta didik. Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan sekolah.


Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia

1. Efektifitas Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.

Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat.

Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.

Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan dibidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.

2. Efisiensi Pengajaran Di Indonesia
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.

Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.

Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia relative lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak mengambil sitem free cost education. Namun mengapa kita menganggap pendidikan di Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak kami kemukakan di sini jika penghasilan rakyat Indonesia cukup tinggi dan sepadan untuk biaya pendidiakan.

Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.

Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang.

Selain itu, masalah lain efisiensi pengajaran yang akan kami bahas adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih.

Kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.

Sistem pendidikan yang baik juga berperan penting dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Sangat disayangkan juga sistem pendidikan kita berubah-ubah sehingga membingungkan pendidik dan peserta didik.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.

Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relative tetap, atau jika masukan yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Konsep efisiensi sendiri terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknologis diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan. Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga sudah diterapkan terhadap keluaran.

Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas. Efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan relative terhadap harganya. Apabila dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka suatu program pendidikan yang efisien cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaansumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien. Program pendidikan yang efisien adalah program yang mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan.


3. Standardisasi Pendidikan Di Indonesia
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.

Dunia pendidikan terus berudah. Kompetensi yang dibutuhka oleh masyarakat terus-menertus berunah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi. Kompetendi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi standar.

Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).

Tinjauan terhadap standardisasi dan kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam pengunkapan adanya bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang terkekung oleh standar kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan pendidikan tersebut. Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di atas standar saja.
Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti oleh peserta didik.

Banyak hal lain juga yang sebenarnya dapat dibahas dalam pembahasan sandardisasi pengajaran di Indonesia. Juga permasalahan yang ada di dalamnya, yang tentu lebih banyak, dan membutuhkan penelitian yang lebih dalam lagi
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi kebih baik lagi.

Selain beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di atas, berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.

1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.

2. Rendahnya Kualitas Guru

Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.

Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).
Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).

Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

3. Rendahnya Kesejahteraan Guru

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).

Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.

Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).

4. Rendahnya Prestasi Siswa

Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.

Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.

Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).

Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.

Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.

5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.

6. Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

7. Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.

Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.

Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.


Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia

Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.

Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.

Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.

Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.


Daftar pustaka :

https://sitichotijah269.wordpress.com/tugas-kuliah/tugas-internet-desing/artikel-masalah-pendidikan-di-indonesia/
http://www.academia.edu/6924579/Ruang_Lingkup_dan_Sejarah_Psikologi_Pendidikan
http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/16/analisis-kondisi-pendidikan-di-indonesia-463325.html

Psikologi Umum – Sensasi dan Persepsi

Proses Sensasi dan Persepsi pada manusia

Sensasi adalah sejumlah informasi yang relative kurang bermakna yang terjadi ketika otak memproses sinyal-sinyal elektrik yang berasal dari panca indera.

Persepsi adalah pengalaman sensoris yang bermakna yang dihasilkan setelah otak menggabungkan ratusan sensasi.

Sensasi dan presepsi berasal dari stimulus. Stimulus adalah bagian dari respon stimuli yang berhubungan dengan kelakuan. Misalnya sebuah cahaya dari sebuah lampu, suara dari seseorang berbicara, dsb. Yang kemudian masuk kedalam ambang batas, di ambang batas inilah stimulus yang menhampiri panca indra dapat diukur atau dilihat apakah stimulus tersebut itu kuat atau lemah, karna itu dapat mempengaruhi sensasi dan presepsi yang nanti di terima atau di dapatkan. Setelah stimulus diukur di dalam ambang batas dan sudah menemukan hasil apakah stimulus tsb kuat atau lemah kemudian stimulus akan menghampiri dan di terima oleh alat indera. Yaitu:
Pengelihatan/Mata : sight (visual/pengelihatan)
Pendengaran/Telinga : hearing (auditoris/pendengaran)
Penciuman/Hidung : smell (olfktoris/pembauan)
Pengecap/Lidah : taste (gustasi/pengecapan)
Peraba/Kulit : body (perabaan,tekanan,temperature&nyeri)
sixthsense atau indra ke enam yaitu sumber energy dalam tubuh manusia yang memungkinkan kita memiliki kemampuan lebih seperti :
1. Telepathy (kemampuan membaca pikiran).
2. Clairvoyanc (kemampuan melihat peristiwa yang terjadi di tempat lain).
3. Precognition (kemampuan meramalkan kejadian yang akan datang).
4. Retrocognition (kemampuan buat melihat peristiwa di masa lampau).
5. Mediumship (kemampuan menggunakan roh sebagai medium).
6. Psychometri (kemampuan menggali informasi lewat sebuah benda).
 Stimulus yang telah diterima oleh panca inderalah disebut dengan Sensasi. Sensasi ialah perasaan yang sebenarnya pernah kita rasakan atau yang sering kita rasakan sebelumnya. Sensasi itu lalu dimasukan kedalam otak lalu di maknai oleh proses-proses yang mempengaruhi presepsi.
Setelah stimulus yang telah diterima oleh panca indera lalu menjadi sebuah sensasi yang dimasukan kedalam otak dan di maknai melalu proses-proses yang mempengaruhi persepsi, seperti yang di jelaskan diatas, setelah itu dimaknai jadilah sebuah persepsi. Persepsi ialah proses pencairan informasi untuk dipahami, alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan sedangkan alat untuk memahaminya adalah kognisi atau kesadaran.
Persepsi di bagi menjadi 2, yakni :
1. Persepsi Visual
Persepsi yang telah diterima tetapi belum diproses dan masih ada di dalam otak.
2. Persepsi Individu
 Persepsi yang telah telah diterima dan sudah diproses dan telah dilakukan.

Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Persepsi
Berkaitan dengan faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan adanya beberapa faktor, yaitu:

Objek yang dipersepsikan
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individuyang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja.
Faktor internal : 
a. Indera, syaraf , dan penyusunannya.
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor kepusat susuanan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon di perlukan syaraf motoris.

b. Perhatian :
Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditunjukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek. Dari hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengadakan persepsi ada syarat-syarat yang bersifat :
a) Fisik atau kealaman 
b) Fisiologis
c) Psikologis

Proses Sensasi Menjadi Persepsi (Plotnik,2005)
1) Stimulus yang berupa cahaya, suara,suhu
2) Transductive -> sinyal listrik -> implus syaraf. alah proses dimana panca indera merubah energy fisik ke sinyal-sinyal listrik yang kemudian menjadi implus syaraf dan diteruskan ke otak untuk diproses.
3) Brain : Primary Areas -> ialah implus syaraf yang menjadi sensasi
4) Brain : Association Areas -> ialah sensasi yang diubah menjadi image yang bermakna (persepsi)
5) Personalized perception ialah pengalaman, lingkungan, emosi, ingatan-ingatan personal akan menambah persepsi kita.
Oleh karena itu persepsi bisa tidak mencerminkan stimulus aslinya. Persepsi dapat bias, berubah, atau terdistorsi.



Daftar pustaka: http://ocw.upj.ac.id/files/Slide-PSI-103-Psikologi-Umum-II-Sensasi-dan-Persepsi.pdf



Senin, 09 Maret 2015

Pentingnya Pengenalan Bakat Pada Diri Sendiri

Bakat merupakan kemampuan yang dimiliki oleh individu yang dibawanya sejak lahir. Bakat itu sendiri dapat dikembangan melalui proses belajar dalam waktu yang relative singkat yang hasilnya lebih baik dari sebelumnya. Berbakat beda dengan pintar. Berbakat berarti memiliki potensi dalam bidang tertentu, sedangkan pintar ialah hasil dari individu dari proses belajar dan tekun mempelajari sesuatu dalam waktu yang tidak singkat.

Sebenarnya setiap individu memiliki bakat dan keterampilannya masing-masing dalam bidangnya tersendiri sejak lahir. Akan tetapi pada saat kita masih kecil kita tidak tahu bakat apa yang sebenarnya kita miliki, maka dari itu, disitulah peran orang tua yang sangat berperan untuk mengenali bakat anaknya dibidang apa, dan biasanya akan di tekuni melalu les, ex: seorang ibu yang memasukan anaknya ke sanggar tari, karna si ibu ini yakin anaknya memiliki bakat dibidang seni tari karna anaknya gemar menari ketika ibunya menyalakan lagu. 
Akan tetapi sampai saat ini di jenjang perguruan tinggi masih ada saja individu yang masih belum mengenali dirinya, masih belum mampu mengetahui apa kelebihannya. Padahal jika semua individu dapat mengenali bakat dan minatnya masing-masing, mereka dapat mengenali dirinya dan dengan mudah mengarahkan dirinya. Kemana mereka nantinya dan ingin menjadi seperti apa mereka nantinya, dan jika mereka sudah dewasa nanti mereka bisa menjadi orang yang sukses.

Itulah mengapa sangat penting bagi kita mengenali bakat dan minat diri kita sendiri. Ya, agar kita tahu sebenarnya apa sih yang kita mampu lakukan, apa sih yang dapat kita hasilkan. Dan itu semua yang mampu membuat diri kita menempatkan diri di tempat yang paling baik. Karna pada akhirnya yang menentukan hidup kita kedepannya ingin seperti apa ya hanya diri kita sendiri bukan orang tua, teman, guru atau yang lain. Mungkin orang lain bisa melihat kita mampu dalam bidang A tapi mereka tidak pernah tahu kalau kita mampu dalam bidang B dan kita sendiri lebih nyaman menjalani bidang B. Nah, menurut saya bakat itu adalah B dan kepintaran itu adalah A yang datangnya dari hasil belajar dan tekun di bidang A tersebut yang membuat kita mampu menjalani bidang A.

Dan bagaimana sih cara kita untuk mengetahui sebenarnya diri kita ini capable dibidang apa?
Kalau menurut saya, cara satu-satunya mengetahui bakat kita ini yaa dengan cara mencoba hal baru. Karna tidak mungkin bakat itu, kita tahu dengan sendirinya tanpa adanya usaha. Misal, dengan mencoba segala hal baru contohnya di bidang seni, olahraga, otomotif, entertain etc. nah karna semua hal dicoba maka akan timbul rasa paling nyaman pada satu bidang. Karna sesulit apapun bidang yang dijalani kalau memang kita mampu dan enjoy menjalaninya dibidang itu itulah yang disebut dengan bakat. 

Bakat yang dimiliki masing-masing individu memang harus dikembangkan agar menciptakan hasil yang memuaskan yang disebut dengan sukses. Cara mengembangkan bakat yaitu dengan mengenali apa bakat yang kita miliki setelah kita tahu apa bakat kita, lalu kita tekuni bakat kita dengan sungguh-sungguh. Setelah kita dapat mengenali dan dapat menguasai bakat kita disitulah kita dapat menghasilkan sesuatu. It means dari bakat kita dapat menjadi orang yang produktif. Kita dapat mengahasilkan sesuatu bahkan uang karna bakat kita. Karana faktanya semakin produktif seseorang, maka makin besar peluangnya menjadi orang sukses. 


Maka dari itu sudah seharusnya kita menganali kelebihan dan kekurangan diri kita / bakat dan minat diri kita, agar kita bisa menempatkan diri kita in to a right place, dan dapat dengan mudah mengarahkan diri kita mau kemana kita selanjutnya, dan ingin jadi apa kita nanti di masa depan kelak kita dewasa nanti. Dan jangan sampai salah mengambil jalan hanya karna kita tidak tahu bakat dan kelebihan kita, dan kelak membuat kita menjadi individu yang kurang sukses.